LIMA
BESAR TEORI KARIR
A. PENDAHULUAN
Layanan bimbingan dan konseling merupakan sebuah relasi yang
membantu “helping relationhsip”, dimana menurut pendapat Rogers (1961:37)
mengartikan “helping relationship” sebagai suatu relasi yang terjadi
diantara dua pihak, dimana salah satu pihak mempunyai kehendak untuk
meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kedewasaan, memperbaiki berfungsinya
dan memperbaiki kemampuan pihak lain untuk menangani dan menghadapi kehidupannya
sendiri. Sebagai hubungan yang bersifat membantu, salah satu tujuan bimbingan
dan konseling adalah guna membantu konseli untuk menyelesaikan masalahnya serta
memperbaiki tingkah lakunya, baik dimasa ini maupun dimasa yang akan datang (Sukardi,
2000:5; Surya, 1998:8).
Melalui pelayanan bimbingan dan
konseling, individu diharapkan dapat mencapai perkembangan yang optimal, baik
dalam segi kognitif, psikomotor, juga afektifnya (Prayitno, 2004:16). Sebagai salah satu
pelayanan professional yang khas, bimbingan
dan konseling dapat dilihat dari bidang layanan yang akan diberikan. Bidang
pelayanan bimbingan dan konseling itu sendiri mencakup bidang pribadi,
sosial, belajar, karir, keluarga, dan keberagamaan. Karir sebagai salah satu bidang bimbingan dan
konseling dapat dimaknai sebagai
rentangan peran kehidupan individu yang berjalan sepanjang hayat, baik ketika
masa belajar, masa bekerja, ataupun masa pensiun yang meliputi komitmen,
tanggung jawab, keahlian, dan pengalaman-pengalaman hidup dalam usaha
mengaktualisasikan diri secara utuh (Manrihu, 1992:25; Winkel,
1997:571; Supriatna & Budiman, 2009:11).
Lebih jauh lagi Munandir (1996:10)
mengemukakan bahwa layanan
bimbingan karir di sekolah diharapkan dapat membantu siswa untuk memperolah
pemahaman atas dunia kerja dan menerima kenyataan tentang dunia kerja tersebut,
mengenali potensi dalam rangka pemahaman diri dan memanfaaatkan sebaik-baiknya
potensi dalam merencanakan pendidikan, merencanakan karir, serta mengambil
keputusan karir. Oleh karena itu guru bimbingan dan konseling atau konselor yang akan
melaksanakan layanan bimbingan dan konseling, khususnya layanan bimbingan dan
konseling karir, tentunya harus memiliki pemahaman secara teoritis mengenai
karir.
Terkait hal diatas, dalam makalah ini akan
coba dipaparkan mengenai lima teori
besar tentang pengembangan karir yang sudah beberapa dekade
ini berkembang, yaitu (a) Teori Penyesuaian Kerja, (b) Teori Karir Holland Personality in Work
Enviroment, (c) Teori Konsep Diri Perkembangan Karir Super-Savickas, (d) Teori
Gottfredsson Batasan
dan Kompromi (Circumscription and Compromise), dan (e) Teori Karir Kognitif-Sosial. Harapannya dengan penyusunan makalah
ini dapat menambah wawasan dan khazanah keilmuan, khususnya yang terkait dengan
lima teori utama dalam karir.
B.
TEORI PENYESUAIAN KERJA (THEORY OF WORK
ADJUSTMENT)
Teori Penyesuaian Kerja atau dalam bahasa Inggris disebut Theory
of Work Adjustment (TWA) (Dawis dan
Lofquist dalam Brown, 2005:3) tumbuh
dan berkembang di University of Minnesota. Teori ini muncul
setelah ada penelitian terkait dengan rehabilitas kejuruan klien untuk
bekerja sekitar tahun 1960-an dan 1970-an. Penelitian ini kemudian dipublikasikan
dalam beberapa buletin pada University of Minnesota, dan juga pada
beberapa artikel dan buku. Sejak pada pertengahan tahun 1970-an penelitian ini
masuk dalam ranah penelitian psikologi. Mulai pada saat itu pula penelitian ini
telah menjadi luas untuk diteliti dan dikembangkan. Adapun sejumlah besar
variabel yang menjadi pusat perhatian untuk diteliti, seperti kepuasan kerja,
sikap kerja, penilaian kinerja, riwayat pekerjaan, pendidikan dan pengalaman
pelatihan, bakat, kebutuhan, minat, serta sifat.
Sedangkan Leung (dalam Athanasou, 2008:116)
mengemukakan bahwa teori penyesuaian kerja merupakan teori perkembangan karir
untuk mengkaitkan perbedaan individual perilaku memilih pekerjaan yang
menyesuaikan dengan korespondensi lingkungan, teori ini melihat pilihan karir
merupakan proses pengembangan dan penyesuaian antara: (a) Person (P)
individu yang mencari penyesuaian dengan lingkungan kerjanya, (b) Environment
(E) merupakan lingkungan tempat seseorang itu bekerja. Hubungan
keduanya dapat digambarkan dengan hubungan yang harmonis antara individu dengan
lingkungannya, kecocokan individu dengan lingkungannya, begitu juga sebaliknya,
dan hubungan saling melengkapi antara individu dengan lingkungannya.
Lebih jauh lagi Brown (2005:4) mengemukakan
bahwa teori penyesuaian kerja termasuk kelas teori yang dikenal sebagai
teori P (person) dan E (environment). Teori ini untuk mengetahui P sebagai
invidu atau pekerja/karyawan sedangkan E adalah lingkungan kerja dan/atau
organisasi, pokok kesesuaian antara keduanya, dan interaksi yang terjadi antara P dan E. Variabel P dan E ini sering digunakan untuk menjelaskan
perilaku atau hasil. Namun, proposisi dasar teori PE adalah bahwa penjelasan
untuk perilaku atau hasil perilaku tidak terletak begitu banyak pada variabel P
atau variabel E, melainkan terletak pada kombinasi P dan E untuk dapat menjelaskan dan memprediksi
perilaku kerja dan hasil kerja.
Interaksi mengacu pada P dan E, tindakan dan reaksi satu sama lain
dalam saling memberi dan menerima. Sebagai contoh, para pekerja tidak puas akan
“melakukan sesuatu” untuk mengubah situasi kerja tidak memuaskan, seperti
mengeluh untuk mengelola atau bekerja lebih keras untuk membuktikan” kepada
mamajemen bahwa mereka layak lebih baik. Manajemen mungkin bisa menanggapi dari
segi negatif, dan oleh karena itu bisa saja terjadi pemutusan kerja atau
menanggapi secara positif dengan meningkatkan gaji pekerja. Dengan begitu,
teori of work adjustment disebut sebagi teori interaksi anatara P dan E.
Theory of work adjustment
(TWA) tumbuh dari tradisi psikologi individu. Psikologi perbedaan individu
adalah tentang variabiitas manusia. Variabilitas manusia tersebut menggambarkan
individualitas manusia. Individualitas seperti itu dapat mengakibatkan
konsekuensi yang berbeda dalam situasi yang sama. Dalam mempelajari fenomena
ini, psikologi perbedaan individu berfokus pada variabel-variabel yang stabil
dari waktu ke waktu. Dan oleh karena itu, penelitian di TWA telah menggunakan
metode dari psikologi perbedaan individu yang menekankan kuantifikasi
(pengukuran psikomentri khususnya stabil perbedaan individu) dan statistik
untuk memperhitungkan varians (perbedaan individu), terutama melalui penggunaan
metode korelasi.
1.
Konsep Dasar
Sebagai teori psikologis, teori penyesuaian kerja fokus pada P. Namun, P tidak
berperilaku dalam ruang hampa, melainkan P selalu ada dan berperilaku E. Setiap
teori tentang P harus menjadi teori tentang P-yang berhubungan dengan-E. Teori penyesuaian kerja diawali dengan tiga asumsi dasar
yaitu sebagai berikut: (a) Sebagai living organisme, P
memiliki persyaratan yang harus dipenuhi, banyak atau bahkan sebagai besar
melalui E, (b) P memiliki kemampuan yang
memungkinkan untuk memenuhi persyaratan, dan (c) Banyak
perilaku P dalam interaksi dengan E.
Diantara yang paling penting dari persyaratan
kebutuhan P adalah kebutuhan biologis yang harus dilakukan untuk kelangsungan
hidup dan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan kesejahteraan P. Seperti
telah dijelaskan sebelumnya bahwa E adalah lingkungan kerja, yang didunia
kontemporer kita sebut adalah organisasi secara efektif. Sebagai prinsip operasi, teori penyesuaian kerja meyakini konsep P dan E sebagai hubungan yang
paralel dan complementar. Demikian teori penyesuaian kerja mengasumsikan bahwa E (secara paralel dengan P) juga memiliki
persyaratan yang harus dipenuhi dan kemampuan yang memungkinkannya untuk
memenuhi persyaratan. Beberapa persyaratan E dapat dipenuhi oleh P dengan cara
yang sama bahwa beberapa persyaratan P dapat dipenuhi oleh E.
Seperti telah disebutkan bahwa P memiliki kemampuan, beberapa diantaranya
dapat digunakan untuk memuaskan E. Kemampuan P yang paling penting bagi E
adalah keterampilan. Keterampilan kerja diambil dari dasar keterampilan
manusia: kognitif, afektif, motorik, fisik, dan indra-persepsi. Seperti
kebutuhan, keterampilan dasar yang diduga berasal dari warisan P secara genetik
dan dibentuk melalui pembelajaran (pengalaman dan pelatihan). Walaupun
keterampilan dasar dapat mencapai stabilitas relatif (biasanya di masa dewasa),
P terus memperoleh keterampilan baru (seperti keterampilan kerja)yang
dikembangan dari keterampilan dasar seluruh kehidupan.
Di tempat kerja, E merupakan persyaratan dari P adalah tentang
mendapatkan kerja yang dilakukan dan mempertahankan atau memperbaiki
organisasi. Hal yang paling penting bagi P adalah E penguatan kemampuan, yaitu
kemampuan untuk memberikan reinforcers untuk memenuhi kebutuhan P. Artinya,
kebutuha dapat dipandang sebagai persyaratan reinforcer. Demikian, theory of
work adjustment menggunakan dua konstruksi untuk menggambarkan P: kebutuhan
(persyaratan reinforcer) dan keterampilan (kemampuan respon). Artinya, bahwa P
dan E konstruksi sejajar dan saling melengkapi.
2.
Implikasi
Bimbingan dan konseling bertujuan untuk memberikan pelayanan yang
memberikan bantuan, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan
bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun
karier. Implikasi bimbingan dan konseling terhadap penyesuaian kerja,
diantaranya adalah sebagai berikut:
·
Konselor
perlu membuat beberapa penilaian, keterampilan, dan kemampuan, serta kebutuhan
dan nilai-nilai konseli. Hal ini dapat dilakukan dengan mendiskusikan secara
rinci beberapa aspek pekerjaan yang ada pada saat ini.
·
Konselor
memberikan layanan bimbingan klasikal tentang pemilihan karier penilaian,
keterampilan, dan kemampuan, serta kebutuhan dan nilai-nilai
konseli.
·
Konselor
diharapkan dapat membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan
dan lingkungan kerjanya.
·
Konselor
dapat membantu konseli untuk dapat memahami nilai-nilai dan kebutuhan individu
agar sesuai dengan tuntutan pekerjaannya.
3.
Kelebihan dan
Kekurangan Teori
Kekuatan utama dari teori penyesuaian kerja ini adalah secara jelas mengemukakan
langkah-langkah yang telah dikembangkan untuk mengukur berbagai
variabel-variabel yang dikaitkan dengan teori, termasuk langkah-langkah mengukur
kebutuhan, nilai-nilai dan kepuasan, keterampilan dan kemampuan, kepuasaan perusahaan, dan indeks-indeks korespondensi (Dawis, dalam Athanasou, 2008:117). Melalui teori ini telah banyak ditemukan kesesuaian dan peningkatan kerja
serta karir yang signifikan ketika individu dapat memilih dan bekerja pada
lingkungan yang kondusif sesuai dengan karakteristik pribadi individu tersebut.
Namun,
teori ini belum dapat menjelaskan dengan
akurat antara individu yang mengalami incongruence atau yang dulu mengalami kesesuaian
dalam kecenderungan mereka untuk mengganti pekerjaan. Teori ini juga dirasa mengabaikan faktor
minat, keinginan, perasaanm dan daya adaptasi seseorang pada lingkungan
pekerjaan yang baru, karena pada beberapa kondisi individu bukan hanya
kesesuain dengan lingkungan kerja semata, namun dalam beberapa kondisi minat,
motivisi, dan bahkan dukungan dari orang terdekat mampu membuat individu
menyesuaikan dan beradaptasi pada lingkungan kerja.
C.
HOLLAND’S THEORY OF VOCATIONAL PERSONALITIES IN WORK
ENVIROMENT
Teori
Holland mengemukakan enam lingkungan okupasional dan enam tipe kepribadian.
Pada tahun 1966, Holland berpendapat bahwa lingkungan-lingkungan okupasional
itu adalah Realistik, Intelektual, Artistik, Sosial, Pengusaha, dan
Konvensional, demikian juga tipe kepribadian diberi nama yang sama. Tingkatan
orientasi individu menentukan lingkungan yang dipilihnya, semakin jelas
tingkatannya, maka makin efektif pencarian lingkungan yang sesuai. Pengetahuan
individu tentang diri dan lingkungannya diperlukan untuk menetapkan pilihan
yang sesuai.
Teori
Holland direvisi pada tahun 1973, tipe-tipe kepribadian dan lingkungan
okupasional tersebut adalah Realistik, Investigatif, Artistik, Sosial,
Pengusaha, dan Konvensional. Holland mengakui bahwa pandangannya berakar dalam
psikologi diferensial, terutama penelitian dan pengukuran terhadap minat, dan
dalam tradisi psikologi kepribadian yang mempelajari tipe-tipe kepribadian
(Winkel & Hastuti, 2005 : 634). Dua sumber pengaruh ini mendorong Holland
untuk mengasumsikan bahwa orang yang memiliki minat yang berbeda-beda dan
bekerja dalam lingkungan yang berlain-lainan, sebenarnya adalah orang yang
berkepribadian lain-lain dan mempunyai sejarah hidup yang berbeda-beda pula.
1.
Konsep Dasar
Kepribadian
seseorang menurut John Holland merupakan hasil dari keturunan dan pengaruh
lingkungan. Winkel & Hastuti (2005 ; 634-635) menjelaskan bahwa pandangan
Holland mencakup tiga ide dasar, yaitu :
a.
Semua
orang dapat digolongkan menurut patokan sampai berapa jauh mereka mendekati
salah satu di antara enam tipe kepribadian, yaitu : Tipe Realistik (The
Realistic Type-R), Tipe Peneliti/Pengusut (The
Investigative Type-I), Tipe Seniman (The Artistic Type-A),
Tipe Sosial (The Social Type-S), Tipe
Pengusaha (The Enterprising Type-E), dan Tipe
Orang Rutin (Conventional Type-C). Semakin
mirip seseorang dengan salah satu di antara enam tipe itu, makin tampaklah
padanya ciri-ciri dan corak perilaku yang khas untuk tipe bersangkutan.
Setiap tipe kepribadian adalah suatu tipe teoritis atau tipe ideal,
yang merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor internal dan
eksternal. Berdasarkan interaksi itu manusia muda belajar lebih menyukai
kegiatan/aktivitas tertentu, yang kemudian melahirkan suatu minat kuat yang
pada gilirannya menumbuhkan kemampuan dan keterampilan tertentu. Kombinasi dari
minat dan kemampuan itu menciptakan suatu disposisi yang bersifat sangat
pribadi untuk menafsirkan, bersikap, berpikir, dan bertindak dengan cara-cara
tertentu. Sebagai sebuah contoh : seseorang dengan tipe sosial yang lebih peka
terhadap kebutuhan orang lain dan karena itu ia lebih cerderung memasuki
lingkungan okupasi yang mengandung unsur pelayanan sosial seperti perawat,
guru, pekerja sosial, dan pemuka agama.
Membandingkan segala sikap dan cara bertindak seseorang dengan pola
sikap dan kebiasaan bertindak yang khusus untuk setiap tipe kepribadian, dapat
ditentukan tipe manakah yang cocok dengan orang itu, dalam urutan mana yang
paling sesuai, mana yang sesuai dalam urutan kedua dan ketiga, dengan demikian,
seseorang dapat dinyatakan paling mendekati tipe sosial, namun masih memiliki
juga kemiripan dengan tipe pengusaha dan tipe seniman. Hal ini dapat dilanjutkan
terus dengan mengidentifikasikan kemiripan dengan tipe-tipe yang lain dalam
urutan keempat, kelima, dan keenam. Profil total dari keseluruhan kemiripan
dalam urutan pertama ke bawah, menampakkan pola kepribadian seseorang. Usaha
untuk menentukan profil total itu dapat digunakan berbagai metode seperti
testing psikologis dan analisis sejarah hidup sehubungan dengan aspirasi
okupasi.
b.
Berbagai
lingkungan yang di dalamnya orang hidup dan bekerja, dapat digolongkan menurut
patokan sampai berapa jauh suatu lingkungan tertentu mendekati salah satu model
lingkungan (a model environment), yaitu :
Lingkungan
Realistik (The Realistic Environment), Lingkungan Penelitian/Pengusutan
(The Investigative Environment), Lingkungan Kesenian (The Artistic
Environment), Lingkungan Pengusaha (The Enterprising Environment),
Lingkungan Pelayanan Sosial (The Social Environment), Lingkungan
Bersuasana Kegiatan Rutin (The Conventional Environment).
Semakin mirip lingkungan tertentu dengan salah satu di antara enam
model lingkungan, makin tampaklah di dalamnya corak dan suasana kehidupan yang
khas untuk lingkungan bersangkutan. Masing-masing model lingkungan hidup,
termasuk lingkungan okupasi, didominasi oleh : orang yang bertipe kepribadian
tertentu.
Sebagai sebuah contoh: lingkungan kesenian didominasi oleh orang
yang bertipe orang seniman, dalam arti kebanyakan orang yang hidup dan bekerja
di lingkungan itu termasuk tipe kepribadian ini. Masing-masing model lingkungan
hidup memberikan kesempatan tertentu dan menimbulkan tantangan tertentu pula.
Mengingat keenam tipe kepribadian menunjukkan pola minat dan
kompetensi tertentu, maka bilamana banyak orang dari tipe kepribadian tertentu
berkumpul untuk hidup dan bekerja sama, mereka menciptakan suasana yang
mencerminkan tipe kepribadian mereka dan menarik orang lain vang bertipe sama
untuk menggabungkan diri dengan mereka. Salah satu metode yang digunakan untuk
meneliti lingkungan tertentu ialah menghitung jumlah orang dari berbagai tipe
kepribadian yang hidup dan bekerja di situ. Hasil hitungan ini ditransformasi
menjadi presentase. Presentase tinggi dari tipe kepribadian tertentu
menciptakan suasana yang khas.
c.
Perpaduan
antara tipe kepribadian tertentu dan model lingkungan yang sesuai menghasilkan
keselarasan dan kecocokan okupasional (occupational homogeneity),
sehingga seseorang dapat mengembangkan diri dalam lingkungan okupasi tertentu
dan merasa puas. Perpaduan dan pencocokan antara tiap tipe kepribadian dan
suatu model lingkungan memungkinkan meramalkan pilihan okupasi, keberhasilan,
stabilitas seseorang dalam okupasi yang dipangku. Sebagai sebuah contoh :
seseorang diketahui paling mendekati tipe sosial, akan lebih cenderung memasuki
okupasi dalam lingkungan pelayanan sosial karena okupasi itu diketahui paling
sesuai dengan kepribadiannya sendiri dan paling memuaskan baginya, sedangkan
orang lain yang diketahui paling mendekati tipe orang rutin, akan lebih
cenderung memangku okupasi dalam lingkungan yang bersuasana kegiatan rutin,
seperti pegawai di kantor, resepsionis, akuntan, dan pegawai perpustakaan.
Sebaliknyalah, orang yang memasuki lingkungan okupasi yang jauh dari tipe
kepribadian yang paling khas baginya akan mengalami konflik dan tidak akan
merasa puas, sehingga cenderung untuk meninggalkan lingkungan okupasi itu dan
mencari lingkungan lain yang lebih cocok baginya.
Manrihu
(1992 : 70) berpendapat bahwa ada empat asumsi yang merupakan jantung teori
Holland, yaitu :
a.
Kebanyakan
orang dapat dikategorikan sebagai salah satu dari enam tipe : Realistik,
Investigatif, Artistik, Sosial, Giat (suka berusaha), dan Konvensional.
b.
Ada
enam jenis lingkungan : Realistik, Investigatif, Artistik, Sosial, Giat (suka
berusaha), dan Konvensional.
c.
Orang
menyelidiki lingkungan-lingkungan yang akan membiarkan atau memungkinkannya
melatih keterampilan-keterampilan dan kemampuan-kemampuannya, mengekspresikan
sikap-sikap dan nilai-nilainya, dan menerima masalah-masalah serta
peranan-peranan yang sesuai.
d.
Perilaku
seseorang ditentukan oleh interaksi antara kepribadiannya dan ciri-ciri lingkungannya.
Perkembangan tipe-tipe kepribadian adalah hasil dari
interaksi-interaksi faktor-faktor bawaan dan lingkungan dan
interaksi-interaksi ini membawa kepada preferensi-preferensi untuk jenis-jenis
aktivitas-aktivitas khusus, yang pada gilirannya mengarahkan individu kepada
tipe-tipe perilaku-perilaku tertentu yang rangkumannya adalah sebagai berikut
(Manrihu, 1992: 71-73) :
a.
Tipe Realistik yang preferensinya pada aktivitas-aktivitas
yang memerlukan manipulasi eksplisit, teratur, atau sistematik terhadap
obyek-obyek, alat-alat, mesin-mesin, dan binatang-binatang. Tidak menyukai
aktivitas-aktivitas pemberian bantuan atau pendidikan. Preferensi-preferensi
membawa kepada pengembangan kompetensi-kompetensi dalam bekerja dengan
benda-benda, binatang-binatang, alat-alat dan perlengkapan teknik, dan
mengabaikan kompetensi-kompetensi sosial dan pendidikan. Menganggap diri baik
dalam kemampuan mekanikal dan atletik dan tidak cakap dalam
keterampilan-keterampilan sosial hubungan-hubungan insani. Menilai tinggi
benda-benda nyata, seperti : uang dan kekuasaan. Ciri-ciri khususnya adalah
praktikalitas, stabilitas, konformitas. Mungkin lebih menyukai
keterampilan-keterampilan dan okupasi-okupasi teknik.
b.
Tipe Investigatif memiliki preferensi untuk aktivitas-aktivitas
yang memerlukan penyelidikan observasional, simbolik, sistematik, dan kreatif
terhadap fenomena fisik, biologis, dan kultural agar dapat memahami dan
mengontrol fenomena tersebut, dan tidak menyukai aktivitas-aktivitas persuasif,
sosial, dan repetitif. Contoh-contoh dari okupasi-okupasi yang memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tipe-tipe investigatif adalah ahli kimia dan ahli fisika.
c.
Tipe Artistik lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang
ambiguous, bebas, dan tidak tersistematisasi untuk menciptakan produk-produk
artistik, seperti lukisan, drama, karangan. Tidak menyukai aktivitas-aktivitas
yang sistematik, teratur, dan rutin. Kompetensi-kompetensi dalam upaya-upaya
artistik dikembangkan dan keterampilan-keterampilan yang rutin, sistematik,
klerikal diabaikan. Memandang diri sebagai ekspresif, murni, independen, dan
memiliki kemampuan-kemampuan artistik. Beberapa ciri khususnya adalah
emosional, imaginatif, impulsif, dan murni. Okupasi-okupasi artistik biasanya
adalah lukisan, karangan, akting, dan seni pahat.
d.
Tipe Sosial lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang
melibatkan orang-orang lain dengan penekanan pada membantu, mengajar, atau
menyediakan bantuan. Tidak menyukai aktivitas-aktivitas rutin dan sistematik
yang melibatkan obyek-obyek dan materi-materi. Kompetensi-kompetensi sosial
cenderung dikembangkan, dan hal-hal yang bersifat manual & teknik
diabaikan. Menganggap diri kompeten dalam mcmbantu dan mengajar orang lain
serta menilai tinggi aktivitas-attivitas hubungan-hubungan sosial. Beberapa
ciri khususnya adalah kerja sama, bersahabat, persuasif, dan bijaksana.
Okupasi-okupasi sosial mencakup pekerjaan-pekerjaan seperti mengajar,
konseling, dan pekerjaan kesejahteraan sosial.
e.
Tipe Enterprising lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang
melibatkan manipulasi terhadap orang-orang lain untuk perolehan ekonomik atau
tujuan-tujuan organisasi. Tidak menyukai aktivitas-aktivitas yang sistematik,
abstrak, dan ilmiah. Kompetensi-kompetensi kepemimpinan, persuasif dan yang
bersifat supervisi dikembangkan, dan yang ilmiah diabaikan. Memandang diri
sebagai agresif, populer, percaya diri, dan memiliki kemampuan
memimpin. Keberhasilan politik dan ekonomik dinilai tinggi. Ciri-ciri
khasnya adalah ambisi, dominasi, optimisme, dan sosiabilitas.
f.
Tipe Konvensional lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang
memerlukan manipulasi data yang eksplisit, teratur, dan sistematik guna
memberikan kontribusi kepada tujuan-tujuan organisasi. Tidak menyukai
aktivitas-aktivitas yang tidak pasti, bebas dan tidak sistematik. Kompetensi-kompetensi
dikembangkan dalam bidang-bidang klerikal, komputasional, dan sistem usaha.
Aktivitas-aktivitas artistik dan semacamnya diabaikan. Memandang diri sebagai
teratur, mudah menyesuaikan diri, dan memiliki keterampilan-keterampilan
klerikal dan numerikal. Beberapa ciri khasnya adalah efisiensi, keteraturan,
praktikalitas, dan kontrol diri. Okupasi-okupasi yang sesuai adalah bankir,
penaksir harga, ahli pajak, dan pemegang buku.
2.
Implikasi
Pandangan Holland sangat relevan bagi bimbingan karier dan konseling
karier di institusi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan masa awal
pendidikan tinggi (Winkel &
Hastuti, 2005: 639). Tekanan yang diberikan pada pemahaman diri sehubungan
dengan beberapa kualitas vokasional yang dimiliki seseorang dan pada informasi
yang akurat mengenai berbagai lingkungan okupasi, menyadarkan lembaga bimbingan
akan tugasnya untuk membantu orang muda mengenal diri sendiri dan mengenal
ciri-ciri lingkungan, kedua hal
ini sangat diperlukan sebagai masukan dalam memikirkan pilihan okupasi secara
matang (Winkel & Hastuti,
2005: 639).
Alat-alat yang dikembangkan oleh Holland, yaitu The
Occupations Finder dan The Self-directed Search, yang menanyakan
kegiatan/aktivitas yang disukai, berbagai kompetensi yang dimiliki, bidang-bidang
pekerjaan yang diminati, dan evaluasi diri dalam beberapa keterampilan, harus
dicocokkan dengan sistem klasifikasi okupasi yang berlandaskan pada teori yang
sama, dengan demikian. orang muda dapat menemukan sejumlah alternatif pilihan
okupasi untuk dipertimbangkan lebih lanjut (Winkel
& Hastuti, 2005: 639). Cara bekerja ini pada dasarnya menerapkan suatu
pendekatan yang mirip dengan pendekatan Trait and Factor, namun maju lebih jauh
dari pada teori Trait and Factor tradisional (Winkel
& Hastuti, 2005: 639).
D. SELF CONCEPT THEORY
OF CAREER DEVELOPMENT
Glading (2012:411) mengemukakan bahwa teori Konsep Diri
Perkembangan Karir yang dikembangkan oleh Donald Super berdasarkan pada
perkembangan pribadi. Lebih jauh lagi Super (dalam Anasthasou, 2008:120)
meyakini bahwa menandai pilihan karir berhubungan dengan penerapan konsep diri
seseorang mengenai pekerjaan. Artinya orang mempunyai konsep diri dan ia akan
berusaha menerapkan konsep diri itu dengan memilih pekerjaan, hal yang menurut
orang paling memungkinkan berekspresi diri. Pandangan orang tentang dirinya
tercermin dalam apa yang mereka lakukan.
1.
Konsep Dasar
Super juga menjelaskan bahwa perkembangan karir merupakan proses sepanjang hayat (life span) yang melibatkan berbagai
peranan dan pengalaman kehidupan mulai dari belajar (pencarian), bekerja
(penemuan), sampai pasca bekerja (penurunan) dalam mencapai identitas karir
berdasarkan perpaduan antara kemampuan diri yang diwariskan, pembentukan dari
lingkungan, serta pengembangan berdasarakan evaluasi dari orang lain terkait
peranan karir tersebut.
Secara garis
besar aspek itu meliputi karakteristik perkembangan psikologis dan struktur
sosial ekonomi dari lingkungan. Karakteristik psikologi mencakup
kebutuhan-kebutuhan perkembangan, nilai-nilai, minat, intelegensi, bakat
dan kreativitas yang mengarah pada perkembangan kepribadian indiividu yang
kompleks. Faktor sosial-ekonomi menyangkut masyarakat, sekolah, keluarga, teman
sebaya, kondisi ekonomi dan pasaran tenaga kerja. Pengaruh struktur kerja dan
kondisi tenaga kerja yang ada merupakan kondisi luar di mana individu harus
berinteraksi. Faktor psikologi dan sosial-ekonomi memberikan pengaruh pada
perkembangan dirinya. Individu belajar mengenai dirinya sendiri dan
lingkungannya sesuai tahapan perkembangannya, yang akan membentuk sebuah konsep
pada dirinya sendiri.
Super
(Munandir, 1996:93) mengemukakan pandangan tentang perkembangan karir sebagai
pengembangan dan implementasi konsep diri. Konsep diri merupakan suatu hasil
perpaduan antara kemampuan dasar yang diwariskan, kesempatan untuk memainkan
berbagai peranan dirinya, dan evaluasi atau penilain orang lain terhadap usaha
memainkan peranan tersebut.
Kemudian,
Super (Munandir, 1996:93) memformulasikan perkembangan karir ke dalam lima
tahapan, dimana masing-masing dengan tugas perkembangan yang harus diselesaikan.
Adapayn tahap perkembangan karir adalah
sebagai berikut:
a.
Growth (sejak lahir
hingga 14 tahun), ditandai dengan perkembangan kemampuan, sikap, minat, dan
kebutuhan yang terkait dengan konsep diri. Selama masa ini, dengan sub tahapan
fantasi (usia 4-10), minat (usia 11-12), dan kapasitas (usia 13-14), anak-anak
membentuk gambaran mental akan diri mereka sendiri dalam berhubungan dengan
orang lain.
b.
Exploratory (usia
15-24), ditandai dengan fase tentatif yaitu di mana kisaran pilihan dipersempit
tetapi belum final. Pada tahap ini terdiri dari tiga sub tahap yakni tentafif
(usia 14-17 tahun), transisi (usia 18-21 tahun), dan percobaan (usia 21-24
tahun). Tugas utama pada tahap ini adalah eksplorasi secara umum tentang dunia
kerja dan secara khusus tentang karir yang disukai.
c.
Establishment (usia
25-44), ditandai dengan trial dan stabilisasi melalui pengalaman kerja.
Pada tahap ini mempunya dua sub tahapan yakni uji coba (usia 24-30) dan
peningkatan (usia 31-44), terdiri dari tugas utama untuk menjadi lebih mapan
dalam bidang pekerjaan yang disukai dan tepat. Setalah mapan orang tersebut
dapat berkonsentrasi pada peningkatan sampai mereka lelah dengan pekerjaan itu,
atau meraih posisi tertinggi dalam profesi tersbut.
d.
Maintenance (usia
45—64), ditandai dengan proses penyesuaian berkelanjutan untuk memperbaiki
posisi dan situasi kerja. Mempunyai tugas utama berupa mempertahankan apa yang
telah dicapai.
e.
Decline (usia
65+), ditandai dengan adanya pertimbangan-pertimbangan prapensiun, output
kerja, dan akhirnya pensiun. Pada tahap ini individu melepaskan diri dari
pekerjaan dan masuk ke sumber kepuasan yang lain. Sub tahap terdiri dari
pelambatan (usia 65-70) dan pensiun (usia 71 hingga meninggal dunia).
Selanjutnya Super (Santrock, 2003:484)
mengimplementasikan tahapan perkembangan karir tersebut ke dalam tugas
perkembangan karir yaitu sebagai berikut :
a.
Fase Kristalisasi berkembang sekitar usia 14-18 tahun, inividu
mulai membangun tingkat pemahaman tentang kerja yang masih tercampur dengan
konsep diri yang secara umum telah ada.
b.
Fase Spesifikasi, berkembang sekitar usia 18-22 tahun, individu
mulai mempersempit pilihan karir dan mulai mengarahkan tingkah laku diri agar
dapat bekerja pada bidang karir tertentu.
c.
Fase Implementasi, berkembang sekitar usia 21-24 tahun, individu
menyelesaiakan masa sekolah atau pelatihannya dan menapaki dunia kerja.
d.
Fase Stabilisasi, berkembang sekitar usia 25-35 tahun, pada tahap
ini pengambilan keputusan akan suatu karir tertentu dilakukan.
e.
Fase Konsolidasi, berkembang setelah usia 35 tahun, pada tahap ini
individu akan memajukan karir dan untuk mencapai posisi yang lebih tinggi.
2.
Implikasi
Kontribusi utama dari konseling perkembangan karir
terletak pada penekanannya akan pentingnya pengambilan keputusan karir untuk
seumur hidup dan keputusan karir yang dipengaruhi oleh proses lain dan
peristiwa-peristiwa dalam kehidupan seseorang. Paradigma pola kehidupan untuk
konseling karir ini mendorong konselor untuk mempertimbangkan kemampuan dan
minat klien dalam suatu matrik pengalaman kehidupan, bukan hanya dalam
perbandingan dengan beberapa kelompok normatif.
Pendekatan perkembangan dapat dikonsepsikan sebagai
konseling pola-karir. Meskipun metode ini dikritik dari penekanan sejarah dan
deskriptif bersama dengan konsep yang mendalam mengenai teori tersbeut, namun
mempunyai kekuatan pula untuk dipertimbangkan (Gladding, 2012:414). Secara
keseluruhan konseling perkembangan karir yang dikonsepkan Super telah banyak
digunakan sebagai kerangka kerja bagi program karir anak dan remaja, selain itu
teori pelangi karir yang komprehensif banyak menarik minat peneliti, yang
tidak hanya digunakan untuk konseling karir belaka namun dapat digunakan untuk
memahami kedewasaan perkembangan karir. Namun kekurangan dari teori ini
(Gladding, 2012:414) yakni apabila diterapkan selaian kelompok Eurosentris,
seperti Asian dan Amerika yang memiliki kaitan dengan nilai-nilai sosial yang
lebih kolaboratif.
E.
GOTTFREDSON’S THEORY OF CIRCUMSCRIPTION AND COMPROMISE
Secara
umum teori dari Gottfredson memiliki kesamaan asumsi dengan teori pengembangan
karir lainnya yaitu “ career choice is a developmental process
beginning in chilhood; occupational aspiration reflect people efforts to
implement their self-concept; satisfaction with career choice depends on
how well that choice fits the self-concept”. Proses pemilihan karir
merupakan proses perkembangan yang dimulai sejak masa kanak-kanak,
aspirasi pekerjaan menggambarkan upaya individu untuk mewujudkan konsep/citra
dirinya. Kebahagiaan yang diperoleh dalam karir akan bergantung kepada
sejauhmana pilihan karir sesuai dengan konsep dirinya.
Konsep
dasar teori Gottfredson adalah teori perkembangan, namun demikian seperti yang diungkapkan diatas, Gottfredson juga mengakui persamaan
dengan teori-teori lain seperti person-environment fit theories, yaitu
teori yang menyatakan harus ada kesesuaian antara individu dengan
lingkungan. Pemilihan pekerjaan merupakan proses pencocokan dan
penyesuaian, dalam arti individu mencari pekerjaan yang sesuai dengan gambaran
tentang dirinya. Selain itu teori individualistik dipengaruhi juga oleh
konsep klasifikasi sosial, keluarga, dan
gender dalam pengembangan karir.
1.
Konsep Dasar
Teori
dari Gottfredson memiliki empat konsep utama
yaitu : a) cognitif growth, b). Self-creation, c) circumscription,
dan d). compromise.
Konsep pertama
yaitu cognitive growth (usia 3-13 tahun),
Gottfredson menjelaskan bahwa kapasitas individu untuk belajar dan
bernalar meningkat selama proses perkembangan dari mulai masa post-natal sampai
usia remaja, perkembangan kemampuan mental individu mempengaruhi perilaku
dan kehidupan. Dua produk utama dari proses ini adalah peta kognitif dan
konsep diri mengenai pekerjaan. Kedua hal tersebut akan
mempengaruhi pemahaman individu terhadap dunia kerja.
Konsep kedua
yaitu self-creation (mulai usia 14 tahun),
konsep ini berakar dari asumsi peran lingkungan dan bawaan
dalam perkembangan individu, berikutnya Gottfredson mengembangkan
konsep self-creation, dalam konsep ini individu
dinyatakan sebagai pemeran sentral dalam perkembangan yang dijalaninya,
semenjak dilahirkan individu mengarahkan dirinya sendiri, dan menciptakan
perilakunya sendiri. Menurut Gottfredson melalui pengembangan pemahaman
diri individu bisa lebih mampu mengarahkan dirinya sendiri. Pembatasan diri
dan kompromi merupakan proses dimana individu memilih suatu jalan dan
menghindari jalan yang lain, secara keseluruhan itulah yang disebut dengan
proses self-definition dan self-creation.
Konsep ketiga adalah circumscription, yaitu
suatu proses pembatasan dan proses penginternalan konsep diri tentan pilihan karir.
Proses ini menjadi proses yang penting, dan bahkan Anastahsou (2008:124)
mengelompokkan dua tahapan diatas yakni cognitive growth dan self
creation merupakan bagian dari tahapan circumscription. Tahap ini dilandasi oleh empat hal, yaitu :
a.
Tahap
pertama adalah orientasi dalam hal kekuatan dan ukuran diri, tahap ini dimulai
kira-kira sejak usia tiga sampai lima tahun. Pada tahap ini individu mulai bisa
mengenal dan menyadari perbedaan dirinya dengan lingkungan disekitar, seperti
dengan orang dewasa disekitarnya, orang dewasa berbeda dengan dirinya “anak
kecil” dan pekerjaan merupakan bagian dari kehidupan orang dewasa;
b.
Tahap
kedua adalah orientasi peran gender, tahap ini mulai muncul mulai dari usia
enam tahun. Pada tahap ini individu mulai mengenali diri dan peran gendernya,
individu mulai menyesuaikan diri, seperti bagaimana berpakaian yang sesuai
sebagai anak laki-laki atau perempuan;
c.
Tahap
ketiga adalah orientasi terhadap penilaian sosial. Tahap ini mulai berkembang
pada usia sembilan sampai tiga belas tahun. Individu pada masa ini mulai
menyadari peran kemasyarakatan, adanya perbedaan status antar anggota
masyarakat. Individu mengetahui status sosial tinggi dan rendah, dan akan
memilih pekerjaan yang memiliki status pekerjaan yang tinggi,
d.
Tahap
ke empat adalah munculnya orientasi terhadap aspek internal individu. Tahap ini
dimulai pada usia empat belas tahun, tahap ini sering disebut dengan masa
krisis identitas dalam konteks psikologi perkembangan. Pada tahap ini, individu
mulai memilih, menetapkan dan mencari alternatif mengenai perencanaan diri dan
pekerjaannya.
Konsep kelima
adalah compromise, berbeda dengan konsep pembatasan, proses
kompromi merupakan proses pencarian alternatif yang didasarkan pada
realitas diluar diri individu. Hal ini didasarkan bahwa lingkungan ikut
andil mempengaruhi kesempatan seseorang untuk memperoleh pekerjaan tertentu. Hakikat
dari konsep kompromi dalam teori ini adalah proses dimana individu melepaskan
pilihan yang telah ditetapkan, kepada pilihan lain yang dianggap lebih realistis
dan lebih mudah diraih.
Kompromi
bisa muncul ketika individu telah melakukan antisipasi terhadap
kemungkinan eksternal hal ini disebut dengan kompromi
antisipatik, selain itu kompromi bisa muncul ketika hambatan sudah
jelas terlihat, kompromi ini disebut dengan experiental
compromise. Gottfredson menjelaskan empat prinsip dalam kompromi, yaitu : (a) Perkembangan
dari kondisi yang diprioritaskan, dimana syarat yang relatif penting menjadi
persyaratan seperti jenis kelamin, prestise, dan jenis pekerjaan; (b) Prinsip
kedua terkait dengan kapasitas individu dalam memilih sesuatu yang cukup bagus,
dan tidak memerlukan yang paling bagus; (c) Prinsip
ketiga adalah ketika pilihan yang ada tidak memberikan kepuasan kepada
individu, dan individu menolak untuk berkomitmen kepada pilihan manapun, karena
tidak menginginkan hal yang sama; (d) Prinsip keempat
adalah proses menampung beberapa kemungkinan. Sebagai contoh, kebahagian
individu akan ditentukan oleh tingkat kemampuan individu dalam mewujudkan
berbagai keinginan lingkungannya, sekalipun pilihan untuk mewujudkan keinginan
sendiri juga tersedia.
2.
Implikasi
Teori
Gottfreson memfokuskan pada isi dari aspirasi karir, dan bagian-bagian perkembangan
lainnya. Anasthasou (2008:123) menegaskan bahwa pada teori ini mengelaborasi secara
dinamis antara faktor bawaan dan lingkungan, yang menurutnya keduanya mempunyai
peran yang sama-sama penting dalam membentuk pribadi individu yang utuh. Namun
walaupun susunan genetic dan lingkungan
memainkan peran penting dalam membentuk orang, Gottfredson mempertahankan bahwa individu
masih merupakan agen yang aktif yang dapat mempengaruhi cetakan atau lingkungan
mereka. Oleh karena itu, pengembangan
karir dipandang sebagai sebuah proses penciptaan diri dalam individu yang
melihat jalur-jalur untuk mengekploitasi atau mengeskplorasi
kecenderungan genetik mereka dalam batas lingkungan budaya mereka sendiri. Beberapa aplikasi yang dapat
diterapkan yakni mengoptimalkan pembelajaran yang dilalui individu,
mengoptimalkan self insight, dan mengoptimalkan self investment.
F.
SOCIAL COGNITIVE CAREER THEORY
Teori
karir kognitif sosial –social cognitive career theory (SCCT)- pertama
kali dipublikasikan pada tahun 1994 dan telah memberikan dampak yang besar pada
penelitian terkait masalah pemilihan karir (Glading, 2011:415).
Landasan utama untuk pendekatan ini terletak di teori kognitif sosial Bandura
(1986) yang umum yang menekankan cara kompleks di mana perilaku dan lingkungan
saling mempengaruhi satu sama lain. Mengambil isyarat dari teori Bandura's,
SCCT menyoroti kapasitas orang untuk mengarahkan perilaku karier mereka sendiri
tapi juga mengakui pengaruh lingkungan (misalnya, hambatan dan dukungan socio
structural, budaya, cacat status) yang berfungsi untuk memperkuat, memperlemah,
atau, dalam beberapa kasus, bahkan mengesampingkan manusia dalam pengembangan
karir.
1.
Konsep Dasar
Teori Karir
Kognitif Sosial (SCCT; Lent, Brown, & Hackett, 1994) adalah pendekatan baru
untuk memahami teka-teki karir. Hal ini dimaksudkan untuk menawarkan pemersatu
kerangka kerja untuk menyatukan potongan umum, atau unsur-unsur, yang
sebelumnya diidentifikasi oleh teoretisi karir, seperti Super, Holland,
Krumboltz, dan Lofquist dan Dawis-dan mengatur mereka dalam sebuah novel render
bagaimana orang (1) mengembangkan kepentingan kejuruan, (2) membuat (dan
membuat kembali) pilihan pekerjaan, dan (3) mencapai berbagai tingkat
keberhasilan dan stabilitas karir. Proposisi dari
SCCT yang paling utama adalah sebagai berikut (Glading, 2011:415):
a.
Interaksi
antara orang dan lingkungannya sengatlah dinamis. Misalnya mereka saling
memengaruhi satu sama lain.
b.
Perilaku
yang berhubungan dengan karir dipengaruhi oleh empat aspek dari seseorang
perilaku, efisiensi diri, hasil yang diharapkan, dan tujuan selain
karakteristik yang ditentukan secara genetik.
c.
Keyakinan
akan efisiensi diri dan hasil yang diharapkan berinteraksi secara langsung
untuk memengaruhi perkembangan minat.
d.
Sebagai
tambahan dari hasil yang diharapkan, faktor-faktor seperti jenis kelamin, ras,
kesehatan fisik, kecacatan, dan variabel lingkungan mempegaruhi perkembangan
efisiensi diri.
e.
Pilihan
karir aktual dan penerapannya dipengaruhi oleh sejumlah variabel yang langsung
dan tidak langsung selain efisiensi diri, harapan, dan tujuan. Misalnya,
diskriminasi, variabel ekonomi dan kesempatan yang terjadi.
f.
Semua sederajad, orang dengan tingkat
kemampuan tertinggi dan keyakinan efisiensi diri yang terkuat mempunyai
performa yang juga sangat tinggi.
2.
Implikasi
Asumsi
penting dari SCCT adalah “efisiensi diri dan minat saling berhubungan” dan minat “minat dapat dikembangkan atau
diperkuat dengan menggunakan permodelan, dukungan, dan yang paling kuat dengan
memperkuat performa”. Efektivitas
diri mungkin merupakan faktor penentu berpengaruh lebih dalam banyak situasi
bahwa panggilan untuk keterampilan yang kompleks atau berpotensi mahal atau
program sulit tindakan (misalnya, apakah untuk mengejar karir medis). Dalam
situasi seperti itu, orang dapat terus positif hasil harapan (misalnya,
"Sebuah karir medis dapat menyebabkan hadiah menarik"), tetapi
menghindari pilihan atau tindakan jika mereka meragukan mereka memiliki
kemampuan yang dibutuhkan untuk berhasil pada itu (dengan kata lain, di mana
efektivitas diri rendah).
Pendekatan
Belajar Sosial Terhadap Teori Perkembangan Karier tidak begitu mengutamakan
testing dalam proses konseling karir. Menurut
pendekatan ini keyakinan konseli (individu) adalah bagian integral dari proses
pembuatan keputusan karir.
Krumboltz (dalam Gladding, 2012:416) menyatakan bahwa ada
empat faktor yang mempengaruhi pilihan karir seseorang: (a) keturunan genetik,
(b) kondisi dan peristiwa yang terjadi di lingkungannya, (c) pengalaman
belajar, (d) kemampuan pendekatan tugas (misalnya nilai dan kebiasaan kerja).
Sedangkan keputusan karir dikendalikan oleh proses internal dan eksternal yang
disebut Krumboltz generalisasi observasi diri, yakni pernyataan diri
yang terbuka maupun tertutup terhadap evaluasi yang mungkin benar atau mungkin
tidak benar; keahlian pendekatan tugas, yakni upaya seseorang untuk
memproyeksikan generalisasi pernyataan diri mereka ke masa depan dengan tujuan
memprediksi peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang; dan tindakan penerapan
dari perilaku, seperti melamar pekerjaann.
Sejalan dengan penjelasan diatas namun lebih jauh lagi Krumboltz dan Hammer (dalam Sharf, 1992:
286-296) mengatakan ada tujuh langkah dalam pengambilan keputusan karir yang
disingkat dalam kata DECIDES, yaitu :
a.
Mendefinisikan
masalah (define the problem)
b.
Membuat
rencana kegiatan (establish an action plan)
c.
Mengklasifikasi
nilai (clarify values)
d.
Mengidentifikasi
pilihan (indentity alternatives)
e.
Mengetahui
dampak-dampak masalah (discover probable outcomes)
f.
Mengeliminasi
beberapa alternatif secara sistematis (eliminate alternatives systematically)
g.
Mulai
bertindak (start action)
Sedangkan prosedur/teknik
perilaku konselor yang dapat diambil dari pendekatan Belajar
Sosial Terhadap Teori Perkembangan Karier (Social Lerning Approaches To
Career Development Theory) dalam proses konseling karir yaitu: (a) Penguatan
(reinforcement), dalam teknik ini konselor membantu klien dalam hal
penyelesaian tujuan dari konseling karier yaitu memilih alternatif karier yang
tepat; (b) Penggunaan peranan model (role model), dalam teknik ini
konselor membantu konseli dengan bertindak sebagai model atau dengan
menyediakan model peran terhadap mereka; (c) Simulasi
(simulation), kegiatan ini dapat membantu klien dalam mensimulasikan suatu
pengalaman karir.
DAFTAR
PUSTAKA
Athanasou, James A and Esbroeck, Raoul Van. 2008. International
Handbook of Career Guidance. Springer: Business Media.
Brown, Steven D and Associate. 2005. Career
Development and Counseling. Canada: Wiley Company.
Glading, Samuel T. 2012. Konseling: Profesi yang Menyeluruh. Jakarta:
Indeks.
Manrihu, Muhammad
Thayeb. 1992.
Pengantar Bimbingan dan Konseling Karir. Jakarta: Bumi Aksara.
Munandir. 1996. Program Bimbingan Karir di Sekolah. Jakarta:Depdiknas.
Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan
Konseling. Jakarta
: Ghalia Indonesia.
Rogers, Carl.
1961. On Becoming a Person. dalam bentuk E-book.
Sharf, Richard
S. 2006. Applying Career Development Theory Of Counseling (4th Ed). California: Brooks/Cole Publishing Company.
Supriatna, Mamat
& Budiman, Nandang. 2009. Bimbingan Karir di SMK.
Dalam bentuk e-book.
Surya, Mohamad.
1998. Dasar-Dasar Penyuluhan (Konseling).
Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Wilis, Soyan.
2004. Konseling Indvidual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Winkel, W.S
& Hastuti, Sri. 2007. Bimbingan dan
Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta : Media Abadi
0 komentar:
Posting Komentar